Wujudkan Pelayanan Paripurna, PA Ngamprah gelar diskusi hukum dengan tema “Manajemen Persidangan dalam Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum
Kab. Bandung Barat, 24 September 2024 - Dalam rangka menjaga semangat pelayanan hukum dan keadilan yang paripurna bagi Aparat Penegak Hukum (APH) serta meningkatkan sensifitas kesetaraan dan keadilan hukum, Pengadilan Agama Ngamprah kembali menggelar diskusi hukum dengan tema aktual tentang “Manajemen Persidangan Dalam Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum (PBH)”. Acara yang berlangsung pada hari Selasa, 24 September 2024, di ruang Media Center lantai 2 Pengadilan Agama Ngamprah ini dihadiri oleh Pimpinan Pengadilan Agama Ngamprah, seluruh hakim, panitera, panitera muda, serta jajaran tenaga teknis lainnya.
Dalam diskusi hukum kali ini, Wakil Ketua Pengadilan Agama Ngamprah, Dr. Nasich Salam Soeharto, Lc., LLM, bertindak sebagai narasumber utama. Alumni PhD of Law Faculty pada Islamic Omdurman University Khartoum, Sudan tersebut menyampaikan materi dengan fokus pada norma-norma hukum yang terkandung dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017, yang menjadi pedoman dalam mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum (PBH).
Dr. Nasich Salam menggarisbawahi bahwa PERMA No. 3 Tahun 2017 menekankan pentingnya penerapan asas-asas fundamental dalam setiap proses pengadilan terkait perempuan berhadapan dengan hukum. "Hakim harus menjunjung tinggi asas penghargaan atas harkat dan martabat manusia, non-diskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, serta memastikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum terpenuhi dalam setiap persidangan," jelasnya.
Diskusi ini juga menekankan bahwa tujuan utama dari pedoman tersebut adalah agar hakim dapat mengidentifikasi dan mengatasi perlakuan diskriminatif terhadap perempuan selama proses hukum berlangsung. "Hakim harus memastikan perempuan berhadapan dengan hukum memiliki akses yang setara untuk mendapatkan keadilan. Ketika perempuan mengalami hambatan fisik atau psikologis, hakim dapat menyarankan atau mengabulkan permohonan untuk pendampingan hukum," lanjut Dr. Nasich Salam.
Selain itu, dalam situasi di mana perempuan mengalami trauma atau ketakutan, hakim memiliki wewenang untuk memerintahkan pemeriksaan melalui komunikasi audio-visual jarak jauh. Hal ini dapat dilakukan atas permintaan pihak terkait, penasihat hukum, atau atas inisiatif hakim sendiri, guna melindungi keselamatan dan kesehatan mental perempuan yang menjadi saksi atau korban.
Tindakan ini juga dapat didasarkan pada penilaian dokter atau psikolog, maupun rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menyatakan bahwa perempuan berhadapan dengan hukum tidak dapat hadir di persidangan karena alasan perlindungan.
Diskusi yang berlangsung dinamis ini menekankan pentingnya penerapan pedoman PERMA No. 3 Tahun 2017 dalam setiap persidangan agar perempuan mendapatkan perlakuan yang adil dan setara. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan setiap persidangan yang melibatkan perempuan dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia.
Ketua Pengadilan Agama Ngamprah, Dr. Muhammad Iqbal, S.H., M.H., menyampaikan harapannya agar seluruh aparat pengadilan dapat menerapkan pemahaman ini dalam setiap proses hukum di Pengadilan Agama Ngamprah. "Kami berkomitmen untuk memberikan keadilan yang setara bagi semua pihak, terutama dalam menangani perkara yang melibatkan perempuan berhadapan dengan hukum," pungkasnya.
Acara diskusi hukum ini diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif antara narasumber dan peserta, yang menciptakan suasana penuh antusiasme dan meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya manajemen persidangan dalam perkara perempuan berhadapan dengan hukum. (nphnews)